Konsolidasi Tanah

Pendahuluan

Salah satu masalah klasik yang dihadapi oleh Pemerintah (baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah), di wilayah Perkotaan adalah kawasan permukiman  kumuh ( slum area ) yang merupakan sumber/sarang penyakit, baik penyakit medis seperti : demam berdarah, typus, disentri, kolera dan lain-lain, maupun penyakit sosial seperti  : tindak kriminal, asusila dan seterusnya. Sedangkan di Perdesaan adalah  kawasan pertanian tradisional yang apa adanya, miskin sarana-prasarana fisik yang mendukung produksi, sehingga pengolahannya inefisien   dan hasil produksinya  kurang optimal. 
Sementara pada sisi yang lain dana Pemerintah untuk melakukan penataan terhadap lokasi-lokasi yang demikian amat terbatas, oleh karena itu diperlukan upaya bersama antara Pemerintah dengan Masyarakat untuk mengatasi permasalahan dimaksud.
Adapun faktor-faktor penyebab munculnya slum area dan lokasi pertanian yang minim sarana prasarana pendukung, amat beragam, namun jika dilihat dari sisi pertanahan maka salah satu faktor penyebabnya adalah akibat kepemilikan tanah yang tak beraturan, baik luas, bentuk dan letaknya diatas permukaan bumi. Inilah salah satu akar permasalahan yang harus dijawab oleh Pemerintah. Dan untuk menjawab tantangan permasalahan tersebut diatas, banyak cara yang dapat ditempuh, misalnya melalui Pembebasan Tanah, akan tetapi berdasarkan akar masalah, maka Konsolidasi Tanah merupakan salah satu alternatif pilihan yang cukup ideal.   


Ketentuan Umum Konsolidasi Tanah

Pada prinsipnya kegiatan Konsolidasi Tanah adalah kegiatan penataan wilayah ( baik Perkotaan maupun Perdesaan ) yang tak beraturan, minim  sarana-prasarana pendukung menjadi wilayah yang teratur, rapi dilengkapi dengan sarana-prasarana pendukung sehingga menjadi lokasi yang ideal. 
Secara umum, istilah Konsolidasi Tanah diberbagai negara tidaklah selalu sama / berbeda.  Sebagai contoh, negara–negara di Eropa menggunakan istilah Land Consolidation, Australia menyebutnya Land Pooling, Jepang dan Taiwan menyebut Land Readjusment. Akan tetapi walaupun berbeda namun semuanya memiliki esensi dan konsep yang sama. 
Untuk memahami apa yang dimaksud dengan Konsolidasi Tanah, khususnya dalam konteks penataan bidang tanah di Indonesia, dapat dilihat dalam peraturan yang bersinggungan konsolidasi tanah, seperti berikut  :                             
1. Pasal 1 Angka 1 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional             (PKBPN ) No. 4 Tahun 1991 : 
“ Konsolidasi Tanah adalah kebijaksanaan pertanahan mengenai penataan kembali penguasaan dan penggunaan tanah serta usaha pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan, untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumberdaya alam dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat ”.
2. Penjelasan Pasal 11 Peraturan Pemerintah ( PP ) No. 10 Tahun 2010 : 
“ Yang dimaksud dengan Konsolidasi Tanah adalah kebijakan pertanahan mengenai penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan  tanah (P4T) sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah serta usaha penyediaan tanah untuk kepentingan pembangunan, dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumberdaya alam dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat ”. 

Berdasarkan penegasan kedua peraturan tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Konsolidasi Tanah adalah  Kebijakan pertanahan mengenai penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan  tanah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah serta usaha penyediaan tanah untuk kepentingan pembangunan, dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumberdaya alam dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat. 

Dari pengertian konsitusional sebagaimana tersebut diatas jika disimpulkan akan nampak terlihat bahwa kegiatan penataan pembangunan melalui konsolidasi tanah mengandung empat ( 4 ) unsur pokok, yaitu : 

1. Unsur Penataan; Kegiatan penataan bidang-bidang tanah yang tidak beraturan, baik luas, bentuk dan letaknya diatas permukaan bumi  menjadi teratur, rapih dan tertata.
2. Unsur Pengadaan Tanah, dalam konsolidasi tanah terdapat kegiatan pengadaan tanah yang akan digunakan untuk lokasi pembangunan prasarana Fasos / Fasum. Kegiatan pengadaan tanah tidak diperoleh dengan pemberian ganti rugi, melainkan dari sumbangan tanah Masyarakat peserta yang besarannya disepakati secara bersama. 
3. Unsur Peningkatkan Kualitas Lingkungan, Lingkungan wilayah ( baik permukiman maupun pertanian ) yang sebelumnya tidak berkualitas karena tidak teratur dan miskin sarana- prasarna lingkungan ditata menjadi lingkungan yang teratur, tertib dilengkapi sarana-prasarana yang mendukung sehingga menjadi lingkungan yang ideal dan berkualitas. 
4. Unsur Partisipasi Masyarakat. Syarat utama pelaksanaan Konsolidasi Tanah hanya dapat dilaksanakan apabila terdapat persetujuan dari masyarakat. Selanjutnya kegiatan penataan dilakukan dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat. Mulai dari Perencanaan, Penataan dan sumbangan tanah dari Masyarakat untuk lokasi Fasos / Fasum.
2. Metode Pelaksanaan.
Secara umum metode pelaksanaan Konsolidasi Tanah terdiri dari : 
2.1. Metode Wajib ( Compulsory Method ). 
Pelaksanan konsolidasi pada metode ini bersifat wajib, artinya konsolidasi wajib dilaksanakan oleh masyarakat. Hal ini dapat terjadi karena inisiatif pelaksanaan berasal dari Pemerintah karena perintah undang – undang. Contoh negara yang melaksanakan konsolidasi tanah dengan menggunakan metoe ini : Jerman.
2.2. Metode Sukarela ( Voluntary Method ).
Metode ini kebalikan dari metode wajib, pelaksanaan konsolidasi dalam metode ini tidak bersifat wajib melainkan secara sukarela. Konsoidasi Tanah dapat dilaksanakan apabila terdapat persetujuan dari Masyarakat pemilik tanah. Jadi inisiatif datang dari masyarakat.
Contoh negara pelaksana metode ini : Indonesia, hal ini terlihat dalam Pasal 4 Ayat 1 Peraturan Kepala BPN No. 4 / 1991, yang menegaskan bahwa Pelaksanaan Konsolidasi Tanah berdasarkan persetujuan masyarakat pemilik tanah.   

3. Tujuan & Sasaran.
Adapun Tujuan yang hendak dicapai melalui penataan Konsolidasi Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Peraturan Kepala Badan Petanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1991 adalah Untuk mencapai pemanfaatan tanah secara optimal, seimbang dan lestari melalui peningkatan efisiensi penggunaan tanah di Wilayah Perkotaan dan produktifitas penggunaan tanah di Wilayah Perdesaan. 
Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai itu, maka Sasaran Konsolidasi Tanah terutama di tujukan pada wilayah – wilayah sebagai berikut : 

3.1. Wilayah Perkotaan.
a. Wilayah permukiman kumuh ( slum area );
b. Wilayah permukiman yang tumbuh pesat secara alami;
c. Wilayah permukiman yang mulai tumbuh;
d. Wilayah yang direncanakan menjadi permukiman baru;
e. Wilayah yang relatif kosong dibagian pinggiran kota yang diperkirakan akan berkembang sebagai daerah permukiman.

3.2. Wilayah Perdesaan.
a. Wilayah yang potensial dapat memperoleh pengairan tetapi belum tersedia jaringan irigasi;
b. Wilayah yang jaringan irigasinya telah tersedia tetapi pemanfaatannya belum merata;
c. Wilayah yang berpengairan cukup baik namun masih perlu ditunjang oleh pengadaan jaringan jalan yang memadai.                                             
4. Manfaat.
1. Mempercepat penyelesaian pembangunan prasarana dan fasilitas perkotaan yang sesuai dengan tata ruang dan dilakukan secara berkesinambungan, seperti jalan, saluran, taman terbuka dan lain-lain.
2. Meningkatkan daya guna tanah karena bentuk persil-persil tanah yang semula tidak beraturan menjadi teratur dan memiliki akses jalan.
3. Menghemat pengeluaran Pemerintah, Pemerintah tidak perlu menganggarkan dana ganti rugi tanah untuk pembangunan prasarana karena tanah disumbangkan oleh masyarakat. 
4. Meningkatkan nilai dan harga tanah meskipun terjadi pengurangan luas pemilikan tanah. 
5. Meningkatkan kesadaran dan partrisipasi masyarakat dalam pembangunan sekaligus mengurangi tingkat kerawanan sosial akibat perbedaan lingkungan permukiman.
6. Membantu percepatan kegiatan administrasi pendaftaran  tanah dan menunjang sistem perpajakan tanah yang lebih akurat.
7. Persil-persil tanah pengganti biaya pelaksanaan ( TPBP ) dapat dimanfaatkan untuk kepentingan penyediaan tanah murah.
8. Tanah yang sudah dikonsolidir dapat dibangun sendiri oleh pemiliknya atau  pemerintah. 
9. Mencegah spekulasi dan kenaikan harga tanah karena dinikmati langsung oleh pemilik asli sehingga mendorong terciptanya kestabilan harga tanah.

5. Dasar Hukum.
Secara teoritis Konsolidasi Tanah telah lama dikenal di Indonesia, terutama melalui dunia pendidikan di perguruan tinggi. Namun secara praktek, pelaksanaan Konsolidasi Tanah di Indonesia termasuk baru, Indonesia melaksanakan konsolidasi tanah pertama kali pada tahun 1981 di Kelurahan Renon, Bali.
Setelah berjalan beberapa waktu kemudian, dirasakan bahwa  kehadiran Konsolidasi Tanah memang diperlukan sebagai salah satu lembaga guna menunjang program pembangunan yang terus berjalan. Hingga pada tahun 1991 dibuatlah Peraturan khusus yang mengatur soal Konsolidasi Tanah yang akan dipakai sebagai Landasan Operasional pelaksanaan : 

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1991 tentang Konsolidasi Tanah. 
Beserta seperangkat Juklak dan Juknisnya berupa Surat Edaran.

6. Rangkuman.
Pada prinsipnya Konsolidasi Tanah adalah sebuah kebijakan Pemerintah dibidang pertanahan yang bertujuan untuk melakukan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan  tanah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah serta usaha penyediaan tanah untuk kepentingan pembangunan, dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumberdaya alam dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat.
Sebuah kegiatan penataan wilayah dapat dikategorikan sebagai kegiatan Konsolidasi Tanah apabila terdapat : Unsur Penataan, Unsur Pengadaan Tanah, Unsur Peningkatan kualitas lingkungan dan Unsur Partisipasi aktif masyarakat. Tanpa keempat ( 4 ) unsur dimaksud, maka penataan itu bukanlah Konsolidasi Tanah.



Adapun tujuan yang hendak dicapai Konsolidasi Tanah tak lain adalah Untuk mencapai pemanfaatan tanah secara optimal, seimbang dan lestari melalui peningkatan efisiensi penggunaan tanah di Wilayah Perkotaan dan produktifitas penggunaan tanah di Wilayah Perdesaan.

7. Latihan.
1. Jelaskan dan uraikan secara singkat apa yang dimaksud dengan Konsolidasi Tanah.
2. Sebutkan dan jelaskan secara singkat Unsur – Unsur Konsolidasi Tanah.




















BAB III. PELAKSANAAN KONSOLIDASI TANAH


Indikator keberhasilan: Setelah mengikuti pembelajaran ini  peserta diklat diharapkan dapat menjelaskan  : (a) Menjelaskan Prinsip dan Cara   Penataan Konsolidasi Tanah, dan (b) Tahapan Pelaksanaan Konsolidasi Tanah yang terdiri dari 18 Tahap. 


1. Prinsip dan Cara Penataan Konsolidasi Tanah.
1.1. Prinsip Penataan.
Kegiatan penataan dalam konsolidasi tanah memiliki prinsip-prinsip penataan yang berbeda dengan kegiatan penataan yang lain. Dan justru perbedaan prinsip penataan inilah menjadi cirikhas Konsolidasi Tanah, seperti  : 

a. Persetujuan Masyarakat.
Untuk melaksanakan penataan melalui konsolidasi tanah, Persetujuan Masyarakat pemilik tanah adalah merupakan syarat utama yang bersifat mutlak. Tanpa persetujuan Masyarakat konsolidasi tanah tidak dapat dilaksanakan.  

Pasal 4 ayat (2) Peraturan Kepala BPN No. 4 / 1991 mengisyaratkan bahwa konsolidasi tanah baru dapat dilaksanakan apabila diperoleh persetujuan sekurang-kurangnya : 85% dari Masyarakat pemilik tanah yang menjadi peserta. Atau luas tanah yang akan dikonsolidir minimal : 85% dari luas lokasi. 
                                                         

b.     Sumbangan Tanah.
Kegiatan konsolidasi tanah menuntut pengorbanan masyarakat berupa sumbangan tanah, seluruh peserta konsolidasi tanah wajib menyumbangkan sebagian kecil tanahnya ( besarnya disepakati bersama oleh seluruh Peserta ) yang selanjutnya akan digunakan sebagai lokasi Fasos-Fasum. Sumbangan tanah ini disebut STUP ( Sumbangan Tanah Untuk Pembangunan ) sebagian akan digunakan untuk lokasi Fasos-Fasum dan sebagian lainnya akan digunakan sebagai TPBP ( Tanah Pengganti Bea Pelaksanaan ) berupa kapling matang siap pakai, yang akan diserahkan kepada Peserta yang tanahnya paling kecil atau Pihak lain, dengan membayar Dana Kompensasi TPBP. Dana kompensasi TPBP ini akan dipakai untuk membiayai pembangunan Fasos-Fasum, seperti Jalan, Got pembuangan air, Taman, Sarana ibadah dan lain-lain.   
  
c.   Penataan dilakukan secara bersama.
Pada prinsipnya penataan dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh Peserta dengan Pemerintah. Pemerintah membuat disain berdasarkan keinginan Masyarakat peserta dipadukan dengan rencana pembangunan Pemerintah. Hasilnya terlebih dahulu disetujui oleh seluruh Peserta, baru dapat implementasikan diatas lapangan.

d.    Membanguna tanpa menggusur.
Penataan yang dilaksanakan dalam konsolidasi tanah dilakukan dengan seksama tanpa menggusur masyarakat keluar dari lingkungan huniannya atau pertaniannya, jadi masyarakat tetap tinggal didalam lingkungannya dan menikmati pembangunan yang dilaksanakan atas lingkungannya. Penataan model seperti ini dilaksanakan sesuai dengan Motto Konsolidasi Tanah “Membangun Tanpa Menggusur”. 

1.2. Cara Penataan. 
Adapun cara penataan atas bidang-bidang tanah yang tidak beraturan dilakukan dengan cara : 
a. Memotong;
b. Menggeser;
c. Memecah;
d. Memindahkan;
e. Menukarkan;
f. Menggabungkan;
g. Menghapuskan.
Jika kita diperhatikan, keempat konsep penataan tersebut diatas  Persetujuan masyarakat, Sumbangan tanah, Penataan dilakukan secara bersama dan Membangun tanpa menggusur, semuanya memperlihatkan keterkaitan yang amat erat dengan Masyarakat. Hal ini disebabkan oleh karena penataan dilakukan berlandaskan falsafah Konsolidasi Tanah “ Dari, oleh dan untuk masyarakat “. 

2. Tahapan Pelaksanaan.
Tata cara pelaksanaan kegiatan konsolidasi tanah dituangkan dalam TCK ( Tata Cara Kerja ) melalui Surat Edaran Nomor : 410 – 4245 tanggal 7 Desember 1991, dan Nomor : 410 – 1078 tanggal 18 April 1996, sebagai salah satu Juklak Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 / 1991.  Dalam TCK dimaksud diuraikan tata cara pelaksanaan kegiatan yang terdiri dari : 18 (delapan belas) tahapan, sebagai berikut :   
2.1. Konsolidasi Tanah Perkotaan.
a. Pemilihan lokasi;
b. Penyuluhan;
c. Penjajagan Kesepakatan;
d. Penetapan lokasi;
e. Pengajuan Daftar Usulan Kegiatan;
f. Identifikasi Subjek dan Objek;
g. Pengukuran dan Pemetaan keliling;
h. Pengukuran dan Pemetaan rincikan;
i. Pengukuran Topografi dan Pemetaan Penggunaan tanah;
j. Pembuatan Block Plan / Pra Desain Tata Ruang;
k. Pembuatan Desain Tata Ruang;
l. Musyawarah rencana penataan kapling baru;
m. Pelepasan Hak Atas Tanah;
n. Penegasan Tanah sebagai Objek Konsolidasi Tanah;
o. Pemindahan Desain ke lapangan
p. Pembentukan badan jalan dan lokasi lainnya;
q. Penerbitan Surat Keputusan Pemberian Hak;
r. Penerbitan Sertifikat Ha katas Tanah. 

2.2. Konsolidasi Tanah Perdesaan.
a. Pemilihan lokasi;
b. Penyuluhan;
c. Penjajagan Kesepakatan;
d. Penetapan lokasi;
e. Identifikasi Subjek dan Objek;
f. Pengajuan Daftar Usulan Kegiatan;
g. Seleksi calon penerima hak;
h. Pengukuran dan Pemetaan keliling;
i. Pengukuran dan Pemetaan rincikan;
j. Pengukuran Topografi dan Pemetaan Penggunaan tanah;
k. Pembuatan Block Plan / Pra Desain Tata Ruang;
l. Pembuatan Desain Tata Ruang;
m. Musyawarah rencana penataan kapling baru;
n. Pelepasan Hak Atas Tanah;
o. Penegasan Tanah sebagai Objek Konsolidasi Tanah;
p. Staking out / Pemindahan desain ke lapangan;
q. Pembentukan badan jalan dan lainnya;
r. Penerbitan Surat Keputusan Pemberian Hak;
s. Penerbitan Sertifikat Ha katas Tanah. 


  Dengan uraian rincian sebagaimana dibawah ini  :
1. Pemilihan Lokasi.
Kegiatan Pemilihan Lokasi merupakan kegiatan awal yang akan menentukan berhasil tidaknya pelaksanaan konsolidasi tanah selanjutnya. Sebab kesalahan pemilihan lokasi merupakan kegagalan awal pelaksanaan Konsolidasi Tanah, penentuan lokasi kegiatan tanpa memperhatikan faktor tata ruang serta rencana prioritas pembangunan daerah setempat ,merupakan tindakan gegabah, karena dari segi yuridis, ketentuan tata ruang merekomendasikan bahwa segala kegiatan pembangunan harus didasarkan pada Rencana Umum Tata Ruang ( RUTR ) dengan segala turunannya yang diundangkan melalui Perda setempat. Selain itu, masih terdapat juga beberapa faktor yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan antara lain seperti :  
a. Minat awal masyarakat. 
Apabila minat awal muncul dari masyarakat maka kegiatan KT relatif lebih mudah dilaksanakan, karena masyarakat sadar dan menghendaki tanahnya ditata. Pada kondisi seperti ini peran serta masyarakat  akan lebih besar apabila dibandingkan dengan inisiatif yang datang dari pemerintah.
b. Dukungan dari Stakeholder. 
Dukungan ini dapat berasal dari Instansi Pemerintah lain, Swasta, Organisasi kemasyarakatan dan lembaga lainnya yang dapat membantu keberhasilan pelaksanaan kegiatan KT. Dukungan dari pemerintah terutama dalam hal pendanaan untuk pembangunan infrastruktur lingkungan. Oleh karena itu perlu koordinasi dengan instansi terkait.



c. Tingkat kemudahan pencapaian lokasi (aksesibilitas). 
Mudahnya aksesibilitas di calon lokasi KT menunjukkan arah perkembangan lokasi dimaksud. Oleh karena itu sebelum tumbuh dan berkembang secara alami yang biasanya minim dengan infrastruktur lingkungan pendukung, maka perlu terlebih dahulu dilakukan penataan melalui KT.
d. Jumlah peserta.
Jumlah bidang tanah dan luas yang akan ditata. Semakin banyak jumlah peserta, jumlah bidang dan semakin luas area yang akan ditata akan lebih baik.  
e. Status tanah.
Status tanah yang jelas, tidak adanya permasalahan/ konflik/sengketa penguasaan/kepemilikan tanah akan mempermudah pelaksanaan kegiatan KT.
f. Kondisi topografi.
Kondisi topografis yang relatif datar akan relatif lebih mudah melakukan penataan bidang tanah. Areal dengan sampai tingkat kemiringan tertentu dapat dilakukan penataan yang justru mempunyai nilai lebih meskipun akan relatif lebih sulit. 

2. Penyuluhan.
Salah satu upaya guna mendapatkan kemauan dan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan konsolidasi tanah adalah melalui kegiatan penyuluhan.  Melalui penyuluhan masyarakat diberikan penjelasan mengenai manfaat, keuntungan dan tujuan konsolidasi tanah dengan segala aspeknya, terutama partisipasi masyarakat untuk menyumbangkan sebagian tanah miliknya untuk dibangun sebagai lokasi fasilitas umum dan fasilitas sosial ( FASUM / FASOS ).
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka penyuluhanpun memegang peranan kunci keberhasilan pelaksanaan kegiatan konsolidasi tanah. Berhasil tidaknya konsolidasi tanah, ikut ditentukan oleh kegiatan penyuluhan yang dilaksanakan pada tahap – tahap awal kegiatan. 
Melalui upaya penyuluhan, masyarakat dapat memiliki gambaran tentang konsolidasi tanah yang utuh dengan segala implikasinya, sehingga mereka dapat segera memberikan respon penilaian sekaligus keputusan berpartisipasi dalam kegiatan dimaksud.

3. Penjajagan Kesepakatan.
Kegiatan ini sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan KT dimaksudkan untuk menjajagi kesediaan calon peserta di lokasi terpilih. Tujuannya agar:
a. Lokasi terpilih yang akan ditata melalui KT dapat diketahui telah disepakati oleh pemilik/penggarap tanah minimal 85% dari jumlah pemilik/penggarap, yang meliputi luas minimal 85% dari luas rencana lokasi.
b. Lokasi terpilih sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah yang diperkirakan akan tumbuh dan berkembang selaras dengan perkembangan wilayah di sekitarnya.
c. Diperoleh gambaran lokasi secara umum dan Rencana Pembangunan Daerah pada lokasi KT terpilih. 
d. Calon peserta KT menyatakan bersedia memberikan Sumbangan Tanah Untuk Pembangunan (STUP). 
      
4.   Penetapan Lokasi.
Setelah langkah pemilihan lokasi hingga penjajagan kesepakatan ditempuh dan terdapat respon positif masyarakat, maka  lokasi yang terpilih selanjutnya ditetapkan dengan Surat Keputusan Bupati / Walikota atau Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, sesuai dengan kewenangannya sebagaimana berikut ini : 
a. Tanah Non Pertanian.
1).   Ditetapkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kab / Kota. 
Jika luasan areal hingga 10 Hektar.
  2). Ditetapkan oleh Bupati / Walikota.
Jika luasan areal diatas 10 Hektar. 
b. Tanah Pertanian.
1). Ditetapkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota. 
Jika luasan areal hingga 100 Hektar.
2). Ditetapkan oleh Bupati / Walikota.
Jika luasan areal diatas 100 Hektar.  
                                                        
5. Identifikasi Subyek dan Obyek.
 Identifikasi subyek dan obyek merupakan kegiatan pengumpulan data yuridis yang dilakukan oleh Satuan Tugas Pelaksanaan Konsolidasi Tanah meliputi Nama, Tempat dan tanggal lahir, Pekerjaan, Kewarganegaraan, Alamat tempat tinggal dan informasi lain yang diperlukan dengan dilengkapi foto copy KTP atau bukti identitas  lainnya. 

Untuk penelitian data yuridis bidang-bidang tanah, dikumpulkan alat bukti mengenai kepemilikan atau penguasaan tanah, baik bukti tertulis maupun bukti tidak tertulis. Alat bukti tertulis mengenai kepemilikan tanah dapat berupa : 
a. Sertifikat Tanah, sebagai alat bukti untuk pendaftaran hak baru dan pendaftaran hak-hak lama sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 dan 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 dan Pasal 60 ayat (2) Permenag/KBPN No.3 Tahun 1997. 
b. Surat Pernyataan / Keterangan, Apabila bukti kepemilikan sebidang tanah tidak lengkap atau tidak ada, pembuktian hak atas bidang tanah itu dapat dilakukan dengan bukti lain berupa Surat Pernyataan / Keterangan yang dikuatkan minimal 2 (dua) Orang Saksi dari lingkungan masyarakat setempat yang tidak mempunyai hubungan keluarga dengan yang bersangkutan, yang menyatakan bahwa yang bersangkutan adalah benar pemilik bidang tanah tersebut.

6. Pengukuran dan  Pemetaan Keliling.
a. Pengukuran dan pemetaan keliling dilaksanakan oleh Satuan Tugas Teknis atau petugas yang ditunjuk. Maksud pengukuran dan pemetaan keliling adalah untuk mengetahui luas dan batas keliling serta letak lokasi.
b. Kegiatan pengukuran dan pemetaan keliling terdiri dari: Pemasangan tugu-tugu poligon pada titik-titik yang secara teknis diperlukan pada lokasi dengan diikuti pengukuran, pemetaan dan perhitungan jaringan poligon.
c. Pengukuran keliling.
d. Pemetaan hasil pengukuran keliling ke dalam Peta Keliling, menurut skala 1:1.000 atau skala tertentu menurut kebutuhan. 
e. Menghitung luas area lokasi KT

7. Pengukuran dan Pemetaan Rincikan.
Pengukuran dan pemetaan rincikan dilaksanakan oleh Satuan Tugas Teknis atau petugas yang ditunjuk. Kegiatan Pengukuran dan Pemetaan rincikan terdiri dari:
a. Menetapkan batas bidang tanah;
b. Melaksanakan pengukuran batas bidang tanah dan bangunan yang ada; 
c. Membuat gambar ukur; Membuat peta bidang tanah dengan skala 1:1000 atau skala lain yang diperlukan, dilengkapi dengan daftar yang berisi nomor identifikasi bidang, nama pemilik, luas hasil ukur, jalan, taman, bangunan, saluran air dan fasos-fasum lainnya;
d. Membuat daftar tanah;
e. Membuat peta pendaftaran;
f. Mencocokkan luas tanah hasil perhitungan dengan luas tanah yang tercantum dalam Leter C/girik/pipil atau bukti hak atas tanah lainnya. Apabila ada perbedaan maka yang dipakai adalah hasil perhitungan luas dari hasil pengukuran dengan diberitahukan kepada pemilik tanah yang bersangkutan. 
8. Pengukuran, Pemetaan Topografi dan Pemetaan Penggunaan Tanah. 
a.  Pengukuran dan Pemetaan Topografi
Pengukuran topografi dimaksudkan untuk mengetahui ketinggian dan sudut kemiringan lereng pada lokasi Konsolidasi 
Tanah. Kegiatan ini dilaksanakan oleh petugas yang ditunjuk melalui Surat Tugas dari Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Kegiatan dalam pengukuran dan pemetaan topografi  meliputi:
1) Mengukur ketinggian titik-titik tertentu pada lokasi Konsolidasi Tanah, dengan satuan meter di atas permukaan air laut sehingga menghasilkan titik-titik ketinggian (spotheight).
2) Memetakan hasil pengukuran dengan skala 1:1.000 atau skala tertentu menurut kebutuhan.
3) Membuat Peta Kontur (memuat informasi garis-garis yang menghubungkan titik-titik dengan ketinggian yang sama).
4) Menghitung sudut kemiringan lereng.
Peta Topografi dibuat dengan skala 1:1.000 atau skala tertentumenurut kebutuhan dan menggunakan interval kontur 0,5 sampai dengan 1 meter dan digabung/dioverlaykan ke dalam Peta Keliling. Apabila ternyata beda tinggi antara titik tertinggi dan titik terendah pada lokasi Konsolidasi Tanah kurang dari satu meter dan digambarkan pada Peta Keliling menghasilkan gambaran yang tidak mencerminkan informasi ketinggian tertentu secara jelas,maka sebaiknya tidak menggunakan Peta Topografi. Jadi penggunaan Peta Topografi disesuaikan dengan kondisi topografi lokasi Konsolidasi Tanah.

b.  Pemetaan Penggunaan Tanah
Maksud Pemetaan Penggunaan Tanah adalah untuk mengetahui  jenis penggunaan tanah saat ini (present land-use) 
pada lokasi Konsolidasi Tanah. Kegiatan pemetaan penggunaan tanah meliputi  survai lapangan dan memetakan ke dalam Peta Penggunaan  Tanah dengan skala 1:1.000 atau skala tertentu menurut kebutuhan. Hasil pemetaan Topografi dan Penggunaan Tanah terutama diperlukan untuk penyusunan Rencana Blok dan Desain Konsolidasi Tanah.

10. Penyusunan Rencana Blok / Pradesain Konsolidasi Tanah dan Perhitungan Luas Rencana peruntukan Tanah.
Penyusunan Rencana Blok dimaksudkan sebagai langkah awal untuk penataan secara fisik Rencana Blok peruntukan/penggunaan tanah pada lokasi Konsolidasi Tanah. Hal ini dimaksudkan agar terwujud suatu kawasan yang dilengkapi dengan jaringan jalan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang diperlukan menurut kriteria dan standar perencanaan tata ruang.
Hasil akhir dari Rencana Blok adalah suatu gambaran tata letak dari kaveling,  struktur jaringan jalan,  fasilitas umum,  fasilitas sosial dan  TPBP, yang dituangkan dalam peta berskala 1:1.000 atau skala tertentu menurut kebutuhan. Rencana Blok tersebut dimusyawarahkan dengan para peserta Konsolidasi Tanah dan dapat berubah sesuai dengan hasil kesepakatan dalam musyawarah.

11. Penyusunan Desain Konsolidasi Tanah dan Perhitungan Luas.
Penyusunan Desain Konsolidasi Tanah dimaksudkan untuk menyusun perencanaan letak, bentuk dan luas kaveling-kaveling baru pada lokasi Konsolidasi Tanah, setelah dikurangi dengan STUP. Luas masing-masing kaveling diupayakan agar sesuai dengan hasil perhitungan yang telah disepakati oleh peserta Konsolidasi Tanah.

Hasil dari penyusunan Desain Konsolidasi Tanah dituangkan ke dalam peta dengan skala 1:1.000, yang menggambarkan letak, luas, bentuk dan batas kaveling tanah pada masing-masing blok secara tertib dan teratur. Penataan kaveling tersebut ditempuh dengan cara : Menggeser, Menggabungkan, Memecahkan, Menukarkan, Menghapuskan dan lainnya. Meskipun demikian, harus tetap diupayakan agar penggeseran letak kaveling sedekat mungkin dengan letak bidang tanah semula untuk menghindari penggusuran dan kaveling terbang/hilang maupun kaveling berpindah jauh ataupun kaveling siluman/kaveling baru yang tiba-tiba muncul. Desain Konsolidasi Tanah mencakup  :
a. Rencana masing-masing kaveling pada blok yang ada.
b. Rencana jaringan jalan.
c. Rencana kaveling fasilitas umum dan fasilitas sosial.
d. Luas masing-masing kaveling menurut jenis peruntukan tanah.

12. Musyawarah Rencana Penetapan Kaveling Baru (Desain Konsolidasi Tanah).
Musyawarah diantara pelaksana dan peserta Konsolidasi  Tanah dimaksudkan untuk lebih meyakinkan kepada peserta Konsolidasi Tanah bahwa setelah diadakan penetapan kaveling baru (realokasi) di lapangan dan dikurangi untuk STUP,  maka mungkin terjadi perubahan bentuk dan luas kaveling baru. Akibatnya, dapat terjadi pergeseran letak kaveling masing- masing peserta setelah Konsolidasi Tanah. Selain itu, akibat pergeseran tersebut, dimungkinkan terjadi pembongkaran pagar, bangunan ataupun tanaman yang dimiliki peserta Konsolidasi Tanah. 

13. Pelepasan Hak Atas Tanah.
Pelepasan Hak Atas Tanah pada prinsipnya adalah memutuskan hubungan hukum antara pemilik dengan tanahnya, sehingga status tanahnya menjadi Tanah Negara, yaitu Tanah yang langsung dikuasai oleh Negara. Pelepasan hak diwujudkan dalam bentuk Surat Pernyataan. Dengan demikian maka pemerintah keleluasaan untuk menata kembali penggunaan dan penguasaan tanah sesuai hasil musyawarah peserta. Surat Pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah tersebut, ditanda-tangani oleh masing-masing peserta Konsolidasi Tanah yang bersangkutan di hadapan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Pada saat pelepasan hak atas tanah, sertifikat dan bukti hak atas tanah lainnya harus diserahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota setempat. Kegiatan Pelepasan Hak ini dilaksanakan dengan jaminan Pemerintah ( Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota wajib  menyerahkan kembali hasil penataan tersebut kepada peserta disertai dengan hak yang baru sesuai dengan peraturan yang berlaku.

14.   Penegasan Tanah sebagai Obyek Konsolidasi Tanah. 
Penegasan Tanah sebagai Objek Konsolidasi Tanah pada prinsipnya adalah Keputusan Pejabat ( Kakanwil BPN Provinsi ) yang menegaskan bahwa tanah dimaksud  statusnya adalah Tanah Negara yang ditetapkan sebagai Objek Konsolidasi Tanah. Penerbitan Surat Keputusan Penegasan Tanah Obyek Konsolidasi Tanah (SK PTOKT), didasarkan atas usulan dari Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dengan melampirkan berkas-berkas berikut:

a. Surat Keputusan Penetapan Lokasi Konsolidasi Tanah.
b. Peta Rincikan dan Peta Keliling Lokasi Konsolidasi Tanah.
c. Peta Topografi dan Peta Penggunaan Tanah (apabila diperlukan)
d. Peta Rencana Tata Ruang Wilayah/RTRW/RDTR.
e. Rencana Blok Konsolidasi Tanah.
f. Daftar Peserta dan Luas Pemilikan Tanah masing-masing peserta Konsolidasi Tanah.
g. Daftar Surat Pernyataan Persetujuan dan Daftar Surat Pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah dari peserta Konsolidasi Tanah.
h. Peta Desain Konsolidasi Tanah.
i. Keterangan Riwayat Tanah yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.
j. Lain-lain yang diperlukan.
Surat Keputusan Penegasan Tanah Obyek Konsolidasi Tanah (PTOKT) dimaksudkan sebagai dasar kewenangan pemerintah, dalam hal ini Kepala Kantor  Pertanahan Kabupaten/Kota selaku instansi vertikal Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia untuk menata penguasaan dan penggunaan tanah melalui Konsolidasi Tanah. 

15. Realokasi/pemindahan Desain Konsolidasi Tanah ke Lapangan.
Pelaksanaan realokasi / pemindahan desain konsolidasi tanah ke lapangan mengacu pada desain konsolidasi Tanah dan perhitungan luas masing-masing kaveling baru,  faslitas umum, fasilitas sosial dan TPBP yang disetujui dan ditetapkan berdasarkan hasil musyawarah dengan peserta Konsolidasi Tanah dan instansi terkait. Pekerjaan realokasi ini hendaknya disaksikan oleh peserta Konsolidasi Tanah. Pekerjaan realokasi tersebut meliputi antara lain:
a. Pengukuran dan penempatan patok batas kaveling baru setiap peserta KT,  fasilitas umum, fasilitas sosial dan TPBP.
b. Pemeriksanaan lapangan masing-masing peserta Konsolidasi Tanah untuk penempatan kaveling baru bagi setiap peserta Konsolidasi Tanah dengan pemberian tanda batas yang jelas. 

16. Konstruksi.
Pekerjaan konstruksi merupakan pekerjaan fisik berupa Pembentukan badan jalan, Penggalian parit / got / saluran air, Pengerasan jalan, Pembentukan kapling  Fasilitas Sosial ( FASOS ) dan Fasilitas Umum ( FASUM ) lainnya. Pekerjaan konstruksi ini dilaksanakan berasarkan Desain Konsolidasi Tanah yang telah disiapkan sebelumnya dan disesuaikan dengan rencana yang telah disetujui oleh pelaksana dan peserta Konsolidasi Tanah. 

17. Penerbitan Surat Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah. 
Pemberian Hak adalah Keputusan Pemerintah memberikan sesuatu hak atas tanah negara. Dan Pejabat yang memberikan hak atas tanah, sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1999 tanggal 19 Februari 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara. 
Seluruh bidang – bidang tanah yang baru hasil penataan, seperti bidang tanah Peserta, Fasos / Fasum dan TPBP, semuanya diberikan ha katas tanah yang baru. Surat Keputusan Pemberian Hak inilah  sebagai dasar penerbitan Sertifikat Hak Atas Tanah.

18. Penerbitan Sertifikat Hak Atas Tanah.
Surat Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah kemudian didaftarkan pada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang bersangkutan,  selanjutnya Kantor Pertanahan akan membuatkan Buku Tanah, Surat Ukur dan Salinannya berupa Sertifikat Hak Atas Tanah yang akan diserahkan kepada masing-masing Peserta yang berhak. 


BAB IV. ORGANISASI DALAM KONSOLIDASI TANAH


Indikator keberhasilan: Setelah mengikuti pembelajaran Bab IV ini  peserta diklat diharapkan dapat menjelaskan (a) Tim Pelaksana Konsoliasi Tanah, (b) Organisasi Peserta Konsoliasi Tanah, (c)  Hak, Kewajiban dan Tanggung Jawab Peserta Konsolidasi Tanah.


 Pada prinsipnya Organisasi yang terdapat didalam kegiatan konsolidasi tanah adalah organisasi yang terkait secara langsung dengan pelaksanaan kegiatan konsolidasi tanah. Organisasi dimaksud adalah : 1. Tim Pelaksana, yang terdiri dari Tim Kendali, Tim Koordinasi, Tim SATGAS;  2. Organisasi Peserta Konsolidasi Tanah, dengan uraian sebagai berikut :

1. Tim Pelaksana. 
Tim Pelaksana adalah Tim yang melaksanakan kegiatan Konsolidasi Tanah secara fisik operasional dilapangan, yang terdiri dari : 
1.1. Tim Pengendali.
Tim Pengendali adalah sebuah Tim yang berkedudukan di tingkat provinsi, dibentuk dengan Keputusan Gubernur Provinsi yang bersangkutan dengan  : 
1.1.1 Susunan keanggotaan Tim Kendali.
1 Gubernur : sebagai Pembina
2 Kepala Kantor Wilayah  BPN : Sebagai Ketua  merangkap Anggota


3 Kabid Bappeda yang membidangi Pertanahan/Agraria : sebagai Wakil Ketua merangkap Anggota
4 Kabid Pengaturan dan Penataan Pertanahan Kanwil BPN : sebagai Sekretaris merangkap Anggota
5 Kepala Biro/Kabag Setdaprov yang membidangi Pemerintahan/Pertanahan/ Agraria : sebagai Anggota

6 Kabid Dinas/Kantor yang membidangi PU/Cipta Karya : sebagai Anggota
7 Kabid Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah Kanwil BPN Provinsi : sebagai Anggota
8 Kabid Survey Pengukuran dan Pemetaan  Kanwil BPN Provinsi : sebagai Anggota
9 Kabid Pengendalian dan Pemberdayaan Masyarakat Kanwil BPN Provinsi : sebagai Anggota
10 Kabid Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan Kanwil BPN Provinsi : sebagai Anggota


























1.1.2. Tugas Tim Pengendali KT adalah :
1) Melakukan pengendalian dan evaluasi perkembangan pelaksanaan KT.
2) Memecahkan permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan KT dan melakukan langkah-langkah tindak lanjut.
3) Memberikan bimbingan, pengarahan dan petunjuk kepada aparat pelaksana KT di kabupaten/kota.
4) Lain-lain yang dianggap perlu.

1.2. Tim Koordinasi.
Tim Koordinadi adalah Tim Pelaksana Konsolidasi Tanah, berkedudukan di tingkat Kabupaten / Kota, dibentuk dengan Keputusan Bupati / Walikota setempat, dengan susunan keanggotaan sebagai berikut  :

1.2.1. Susunan Keanggotaan Tim Koordinasi.
1 Bupati/Walikota : Sebagai Ketua / Anggota
2 Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota : Sebagai Wakil Ketua / Anggota
3 Kabid Bappeda yang membidangi Pertanahan/Agraria : sebagai Anggota
4 Kepala Bagian Pemerintahan : sebagai Anggota
5 Kabid Dinas/Kantor yang membidangi Pekerjaan Umum/Cipta Karya : sebagai Anggota
6 Kabid Dinas/Kantor yang membidangi Pertanian (dalam hal tanah pertanian) : sebagai Anggota
7 Kabid Dinas/Kantor yang membidangi Tata Kota : sebagai Anggota
8 Camat setempat : sebagai Anggota
9 Kepala Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan : sebagai Sekretaris Merangkap Anggota
10 Kepala Seksi Survei, Pengukuran Dan Pemetaan : sebagai Anggota
11 Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah : sebagai Anggota
12 Kepala Seksi Pengendalian Dan Pemberdayaan : sebagai Anggota
13 Kepala Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara   : sebagai Anggota
14 Lurah/Kepala Desa setempat : sebagai Anggota
15 Pemilik bidang tanah (maksimal 2 orang) : sebagai Anggota

1.2.2. Tugas Tim Koordinasi KT adalah sebagai berikut:
1) Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan KT
2) Mengadakan penyuluhan kepada masyarakat.
3) Melakukan musyawarah besarnya STUP, bentuk, besar dan cara pembayaran kompensasi, penempatan/realokasi bidang tanah hasil KT
4) Mengevaluasi dan mengarahkan penyusunan Desain KT
5) Mengatur/mengarahkan peruntukan dan penggunaan Tanah Pengganti Biaya Pelaksanaan (TPBP).
6) Memecahkan dan menangani masalah yang timbul dalam pelaksanaan KT.
7) Lain-lain yang dianggap perlu.



1.3. Tim SATGAS ( Satuan Tugas ).
Tim Satuan Tugas Pelaksanaan KT adalah Tim yang bertugas membantu Tim Koordinasi dalam melakukan kegiatan Konsolidasi Tanah. Tim ini dibentuk dengan Surat Keputusan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, yang keanggotannya sekurang-kurangnya terdiri dari :

1.3.1. Susunan Keanggotaan Tim SATGAS.
1 Kepala Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan : Ketua
2 Kepala Seksi/Sub Seksi/Staf Senior pada Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah : Koordinator
Lapangan
3 Kepala Sub Seksi/Staf Senior pada Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah : Sebagai Satgas Pengunpul Data Yuridis
4 Kepala Sub Seksi Landreform dan Konsolidasi Tanah/Staf Senior pada Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan : Sebagai Satgas Pengumpul Data Yuridis
5 Kepala Sub Seksi/Staf Senior Seksi Survey dan Pemetaan Tematik : Sebagai Satgas Pengukuran dan Pemetaan
6 Sedikitnya 1 (satu) orang Petugas Ukur Seksi Survei, Pengukuran dan Pemetaan (atau Surveyor Berlisensi) : Sebagai Satgas Pengukuran dan Pemetaan
7 Sekretaris/Staf Kantor Desa/ Kelurahan : Sebagai Pembantu Satuan Tugas


1.3.2. Tugas Tim SATGAS adalah:
1) Menyiapkan bahan dan materi penyuluhan.
2) Membantu pelaksanaan kegiatan penyuluhan.
3) Melakukan penjajagan lokasi.
4) Membuat sket (gambar kasar) bidang-bidang  tanah jika belum tersedia peta bidang tanah.
5) Mengumpulkan data yuridis dan dan menarik surat-surat bukti kepemilikan atau penguasaan tanah yang asli dan memberikan tanda terima.
6) Membuat daftar bidang-bidang tanah yang telah dilakukan pendataan.
7) Melaksanakan pengukuran dan pemetaan keliling.
8) Melaksanakan pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah, penggunaan tanah dan topografi.
9) Menyiapkan berita acara rapat/musyawarah.
10) Membantu Kepala Kantor dalam hal Pelepasan Hak Atas Tanah Obyek KT.
11) Membuat Rencana Blok (Blok Plan).
12) Membuat Desain KT.
13) Melaksanakan realokasi Desain KT.
14) Membuat laporan pelaksanaan kegiatan. 

2. Organisasi Peserta. 
Organisasi Peserta Konsolidasi Tanah dibentuk dalam rangka untuk membantu kelancaran pelaksanaan kegiatan konsolidasi tanah dan memelihara lingkungan hasil penataan konsolidasi tanah dalam untuk mencapai Catur Tertib Pertanahan.

Dalam Surat-surat Edaran tentang Pembentukan Organisasi Masyarakat Peserta Konsolidasi Tanah, dijelaskan bahwa setiap lokasi kegiatan hendaknya dibentuk organisasi peserta konsolidasi tanah. Pembentukan organisasi masyarakat peserta ini, dengan cara memfungsikan organisasi yang sudah ada dalam masyarakat, misalnya Koperasi, Yayasan atau Kelompok sosial lainnya. Jika dalam masyarakat belum ada kelompok organisasi, maka dibentuklah organisasi baru, dengan model organisasi yang paling sederhana, yang dilengkapi dengan Susunan Pengurus, Tugas dan Fungsi Pengurus, Hak dan Kewajiban Anggota seperti berikut ini  :

2.1 Susunan Pengurus :
a.  Ketua
b.  Sekretaris
c.  Bendahara  

2.2. Tugas  dan Fungsi  Pengurus :
2.2.1. Ketua.
1)    Memimpin anggota  membuat rencana kegiatan dalam mendukung kegiatan KT;
2)    Menampung aspirasi seluruh Anggota untuk dimusyawarakan bersama;
3)    Mengurus kepentingan seluruh Anggota.

2.2.2. Sekretaris. 
1) Mencatat dan menginventarisir setiap kegiatan yang   melibatkan anggota dalam mendukung pelaksanaan KT;
2) Menginventarisir kebutuhan Anggota dalam pelaksanaan Konsolidasi Tanah;
3) Mengumpulkan dan mendistribusikan urusan administrasi peserta.


2.2.3. Bendahara.
1)    Mengelola dana (non STUP & TPBP) dari anggota dalam rangka mendukung kegiatan KT;
2)    Membukukan dana dimaksud dalam Kas Kelompok;
3)    Mempertanggungjawabkan dana dimaksud kepada seluruh anggota kelompok.

3. Hak, Kewajiban, dan Tanggung Jawab Peserta.
3.1. Hak Masyarakat Peserta.
a. Memperoleh hak atas tanahnya setelah penataan sesuai ketentuan yang berlaku;
b. Memperoleh nilai tambah secara proporsional;
c.     Mempunyai hak suara dalam musyawarah.

3.2. Kewajiban Peserta.
a. Menyerahkan tanah miliknya untuk ditata dan diterima kembali, dan menyerahkan seluruh bukti-bukti kepemilikan tanahnya kepada Instansi yang berwenang;
b. Menyerahkan STUP;
c. Menyerahkan TPBP;
d. Membantu kelancaran pelaksanaan KT, dll.

3.3. Tanggung jawab Peserta.
a. Mengikuti segala kegiatan Kelompok dalam rangka KT;
b. Mematuhi segala ketentuan yang berlaku dalam pelaksanaan KT. dll.











Komentar

Postingan populer dari blog ini

Landreform